'OM SWASTIASTU'

'OM SWASTIASTU'

Jumat, 25 November 2011

Subak (irigasi)


Subak-jatiluwih
Subak merupakan suatu warisan budaya Bali yang berupa suatu sistem irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang berdasarkan pada pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama. Subak dipimpin oleh seorang Kelian Subak atau Pekaseh yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib (awig-awig). Pemimpin Subak ini bersifat sukarela, dengan kata lain, seseorang yang menjadi kelian, tidak akan menerima upah atau imbalan atas jasa-jasanya. Subak pun memiliki keanggotaan yang jelas, dan biasanya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok aktif dan pasif. Pembagian air dari sumber air bersama pun didasarkan pada kontribusi dari para anggota-anggotanya. Saat irigasi berjalan baik, mereka menikmati kecukupan air bersama-sama. Sebaliknya, pada saat air irigasi sangat kecil, mereka akan mendapat air yang terbatas secara bersama-sama.
Untuk memperoleh penggunaan air yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang melalui saluran drainase yang tersedia pada setiap komplek sawah milik petani.
Sementara itu, untuk mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, mereka melakukannya dengan cara-cara seperti:
  1. Saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota subak dalam satu subak, atau antar subak yang sistemnya terkait.
  2. Melakukan sistem pelampias, yakni kebijakan untuk memberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada lebih di hilir. Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama.
  3. Melakukan sistem pengurangan porsi air yang harus diberikan pada suatu komplek sawah milik petani tertentu, bila sawah tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di sekitarnya.
Sistem Subak ini juga memiliki karakteristik unik apabila dibandingkan dengan sistem tradisional lainnya, yaitu selalu memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul yang khusus dibangun oleh para petani untuk memuja Tuhan. Keberadaan pura-pura ini sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih para petani yang ditujukan untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan YME sebagai dewi kemakmuran dan kesuburan.

Kehadiran Subak juga sebenernya ikut berperan dalam mempercantik wajah Bali yang elok dan mempesona. Tak terhitung jumlah terasering-terasering indah yang lahir dari organisasi Subak. Contohnya terasering-terasering di Tegalallang, Jatiluwih, Bebandem, dan Busungbiu adalah sebagian dari sistem Subak yang sudah dikenal oleh dunia internasional.
Namun, perkembangan zaman yang semakin modern, ternyata membawa tantangan yang cukup berat bagi Subak. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini menyebabkan sistem pertanian di Bali berubah dari sistem tradisional ke sistem pertanian konvensional, sekaligus tanah yang tadinya subur berubah menjadi tidak subur karena banyak keanekaragaman hayati hilang. Tanaman jeruk yang tadinya menjadi tumpuan hidup masyarakat tidak lagi bisa berkembang, mangga yang tadinya manis berubah menjadi masam, dan produksi beras menjadi menurun.
Pada awalnya sistem pertanian konvensional menghasilkan hasil panen yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Kendala-kendala inilah yang akhirnya mengakibatkan petani menjadi krisis dalam bidang ekonomi, sehingga banyak para petani yang menjual lahan pertaniannya.
Oleh karenanya, antisipasi harus dilakukan untuk mampu melestarikan sistem subak di Bali. Misalnya :
1.   Memperkuat lembaga ekonomi seperti koperasi tani, lembaga perkreditan subak, dan lain-lain yang ada pada sistem subak.
2.   Berusaha meningkatkan semangat kerja para pekaseh untuk mengurus pengelolaan sistem irigasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan honor bagi para pekaseh.
3.   Uluran tangan dari pihak Pemprop Bali dalam menjaga keberlangsungan sistem subak.
4.   Pemanfaatan danau-danau serta sumber mata air yang berada di Bali agar dapat melakukan pembagian air secara merata.
5.   Mengembangan pertanian organik yang mana akan mendukung upaya mengembalikan kesuburan tanah, sekaligus pelestarian alam dan seni budaya, terutama yang terkandung dalam subak.
6.   Menerapkan konsep Tri Hita Karana dengan baik dan benar.



Referensi :
1.   Wayan Windia, Pergeseran Subak, dari Harmoni ke Ekonomi ; Sustainability of “Subak” Irrigation System in Bali.
2.   Arif, S.S.1998.  Keberlanjutan Sistem Irigasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (Studi Kasus di Jawa dan Bali)
3. http://suryaoscar-trunabali.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar